Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pengantar Sosiologi

Bahan Makalah dan Pelajaran Pengantar Sosiologi

Struktur Sosial

Struktur sosial merupakan “tatanan” atau “jalinan” pokok yang membentuk suatu masyarakat. Dalam ranah sosiologi, terdapat dua bentuk struktur sosial, atau, dengan kata lain terdapat dua hal yang turut andil dalam proses pembentukan suatu masyarakat yakni diferensiasi sosial dan stratifikasi sosial. Hal tersebut akan dibahas lebih jauh dalam pemaparan berikut.

Diferensiasi Sosial

Diferensiasi sosial merupakan pembedaan masyarakat secara horizontal. Istilah “horizontal” sebagaimana dimaksudkan di sini adalah “secara merata”, dan “bukannya berjenjang” (atas-bawah). Hal tersebut dapat dimisalkan dengan suku, ras dan agama (SARA) berikut mata pencaharian. Diferensiasi sosial sebagai pembedaan masyarakat secara horizontal, lebih menekankan aspek premis (argumen) universal bahwa setiap individu memiliki harkat dan martabat serta kedudukan yang sama antara satu sama lain. Argumen tersebut secara tidak langsung menyiratkan perihal persamaan derajat manusia di hadapan Tuhan. Bentuk-bentuk diferensiasi sosial dapat dimisalkan dengan beberapa contoh berikut :

  • Si A beragama Islam, Si B beragama Kristen, Si C Katolik, Si D Hindhu dan Si E beragama Budha.
  • Si A bekerja sebagai dosen, Si B bekerja sebagai guru dan Si C bekerja sebagai sopir.

Dalam ranah diferensiasi sosial, berbagai hal di atas dilihat secara merata, tak ada jenjang yang membedakannya satu sama lain.

Stratifikasi Sosial

Berkebalikan dengan diferensiasi sosial, stratifikasi sosial adalah pembedaan masyarakat secara vertikal. Istilah “vertikal” yang dimaksudkan di sini adalah “berjenjang”, “hierarkis” atau “bersusun atas-bawah”. Hal tersebut dapat dimisalkan dengan “status” dan “peran” yang ada pada tiap-tiap individu dalam masyarakat. Status adalah “sesuatu yang melekat pada diri individu”, secara sederhana kerap diistilahkan dengan “jabatan” atau “kedudukan”. Sedang, peran dapat didefinisikan sebagai “sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh individu sebagai konsekuensi atas status yang melekat padanya”, secara sederhana, peran dapat dikatakan sebagai “fungsi” dari individu dengan melihat status sosial yang dimilikinya. Stratifikasi sosial sebagai pembedaan masyarakat secara berjenjang dapat dicontohkan melalui beberapa ilustrasi berikut :

  • Ditemuinya jabatan Ketua RT dan RW dalam masyarakat.
  • Konsep penggolongan jabatan dalam Pegawai Negeri Sipil (PNS).
  • Sistem kepangkatan dalam militer yang membedakan antara kopral, sersan dengan jenderal.

Dapatlah dilihat bahwa berbagai contoh stratifikasi sosial di atas tersusun berdasarkan jenjang-jenjang hierarkis tertentu.

Emile Durkheim mengatakan bahwa status dan peran yang melekat pada individu bersifat ajeg, ketat dan mengikat (baca: saklek). Pada perkembangannya kemudian, pemikiran tersebut direvisi oleh Peter M. Blau di mana menurutnya status yang melekat pada individu tidaklah saklek, melainkan “fleksibel”, artinya berubah-ubah menyesuaikan dimana individu tersebut berada. Sebagai misal, orang kepercayaan Adolf Hitler bernama Himmler, bagi orang Yahudi, Himmler adalah sosok yang bengis dan kejam, namun bagi keluarga dan anak-anaknya, Himmler adalah sosok yang pengasih dan penyayang. Hal tersebut membuktikan bagaimana status dan peran individu berubah-ubah menyesuaikan situasi dan kondisi dimana ia berada.

Terbentuknya Diferensiasi dan Stratifikasi Sosial

Baik diferensiasi maupun stratifikasi sosial terbentuk oleh dua faktor, yakni faktor yang disengaja maupun tak disengaja. Faktor disengaja terkait erat dengan kondisi atau konsep pembangunan berikut bentuk pemerintahan yang dipilih oleh penguasa, dengan demikian hal tersebut berupa konstruksi atau bentukan pemerintah itu sendiri. Di satu sisi, faktor yang disengaja diakibatkan pula oleh individu terkait, semisal motivasi untuk maju, need of achievement (kebutuhan akan penghargaan), semangat berprestasi dan lain sebagainya. Sedang, faktor tak disengaja lebih diakibatkan oleh kodrat atau ketentuan sebagaimana adanya. Berbagai hal di atas akan dijabarkan lebih lanjut berikut.

Faktor Disengaja

Diferensiasi sosial akibat faktor yang disengaja dapat dicontohkan dengan suatu negara yang lebih memilih konsep pembangunan negara-negara maju sehingga sebagian besar penduduknya bekerja di sektor perindustrian dan hanya sebagian kecil saja yang bekerja di sektor agraris. Hal tersebut akan berbeda halnya apabila negara terkait lebih memilih konsep pembangunan agraris di mana nantinya sebagian besar penduduk bermata pencaharian pada sektor pertanian, sedangkan sebagian kecil lainnya bekerja di sektor perindustrian. Dalam hal ini, perbedaan mata pencaharian yang terjadi pada masing-masing masyarakat tersebut merupakan diferensiasi sosial. Namun demikian, diferensiasi sosial dapat pula diakibatkan oleh individu terkait. Hal tersebut dapat dicontohkan dengan Si A yang lebih memilih menjadi seorang wirausahawan ketimbang menjadi pegawai di sebuah perusahaan.

Pada ranah yang berlainan, stratifikasi sosial akibat faktor yang disengaja dapat dimisalkan dengan pilihan bentuk pemerintahan suatu negara. Sebagai misal, dalam bentuk pemerintahan agamis para pemuka agamalah yang memiliki kekuasaan tertinggi. Bentuk pemerintahan tersebut dapat ditemui di Iran serta negara-negara Eropa pada abad pertengahan. Hal tersebut akan berbeda halnya jika pemerintahan suatu negara berbentuk diktatorial, maka militer menduduki kekuasaan tertinggi di dalamnya. Berbagai bentuk pemerintahan tersebut memiliki pengaruh signifikan dalam masyarakat di mana tingkat penghargaan dan penghormatan yang diberikan tertuju pada bentuk-bentuk stratifikasi sosial tertentu, sebagai misal di atas, penghormatan pada pemuka agama ataukah militer.

Di satu sisi, stratifikasi sosial dapat pula disebabkan oleh individu itu sendiri seperti kuatnya motivasi untuk berprestasi sehingga berimplikasi pada status sosialnya dalam masyarakat. Dalam hal ini, dibedakan adanya dua bentuk status sosial antara lain,

  1. Achieved Status
  2. Status sosial yang diperoleh akibat usaha keras dan pencapaian individu. Contoh: seorang mahasiswa yang belajar giat dan akhirnya memperoleh gelar sarjana.

  3. Assigned Status
  4. Status sosial yang diperoleh melalui pelabelan masyarakat akibat aktivitas keseharian yang dilakukannya sehingga menjadi identitas yang melekat pada dirinya kemudian. Contoh: ulama, juru kunci, dukun, dll.

  5. Faktor Tak Disengaja
  6. Faktor tak disengaja dari diferensiasi sosial lebih bersifat kodrati atau “demikian adanya”. Hal tersebut dapat dimisalkan dengan berbagai ras dan suku bangsa yang terdapat dalam masyarakat. Seseorang yang terlahir sebagai kulit hitam akan tetap menjadi kulit hitam hingga akhir hayatnya, begitu pula sebaliknya dengan seorang kulit putih. Dengan demikian, hal tersebut lebih bersifat given ‘pemberian’ Tuhan. Terkait hal tersebut, Peter Berger menyebut manusia sebagai makhluk sui generic atau taken for granted yang berarti, “manusia sebagai makhluk apa adanya”, seseorang tak meminta terlahir sebagai kulit hitam atau kulit putih.

    Di sisi lain, stratifikasi sosial akibat faktor yang tak disengaja dapat dimisalkan dengan gelar kebangsawanan yang tersematkan pada seseorang. Seorang anak raja secara otomatis akan memiliki gelar bangsawan sebagaimana orang tuanya (Raden, Raden Ayu, dsb). Status sosial tersebut diistilahkan dengan ascribed status, yakni status yang diperoleh tanpa usaha, upaya dan kerja keras, diperoleh begitu saja secara apa adanya.

Transformasi Diferensiasi Sosial kepada Stratifikasi Sosial

Diferensiasi dan stratifikasi sosial dalam masyarakat tak selamanya ajeg dan berdiri sendiri satu sama lain. Ada kalanya, dengan sebab-sebab tertentu diferensiasi sosial dapat bertransformasi (berubah) menjadi stratifikasi sosial. Umumnya, hal tersebut disebabkan oleh ditemuinya beberapa kelompok ras dalam suatu masyarakat atau negara di mana salah satu ras minoritas lebih dominan secara ekonomi ketimbang ras lainnya. Hal tersebut dapat menjadi alasan kuat mencuatnya rasialisme (sentimen antiras) dalam masyarakat. Dalam hal ini, dapatlah dilihat bagaimana karakteristik diferensiasi sosial berupa ras yang harusnya bersifat horizontal berubah ke dalam jenjang-jenjang yang bersifat vertikal. Berikut beberapa contohnya :

  • Pada masa pemerintahan Nazi-Hitler di Jerman, orang-orang Yahudi mendapat perlakuan yang begitu diskriminatif karena dianggap menghancurkan kehidupan ekonomi penduduk pribumi.
  • Idi Amin di Uganda mengeluarkan kebijakan deportasi bagi etnis China karena mendominasi perekonomian di negara tersebut.

Disisi lain, munculnya berbagai hal di atas dapat pula disebabkan oleh ideologi yang dianut oleh suatu kelompok ras yang dominan secara kuantitas (jumlah) dalam masyarakat. Sebagai misal, diskriminasi yang dilakukan orang kulit putih terhadap orang kulit hitam di Amerika Serikat pada dekade 60-an.

Ide-ide Pokok

  • Struktur sosial dibentuk oleh diferensiasi dan stratifikasi sosial.
  • Diferensiasi sosial adalah bentuk pengelompokan masyarakat secara horizontal atau merata.
  • Stratifikasi sosial adalah bentuk pengelompokan masyarakat secara vertikal atau berjenjang.
  • Diferensiasi dan stratifikasi sosial terbentuk melalui faktor yang disengaja maupun yang tak disengaja.
  • Pada kondisi-kondisi tertentu diferensiasi sosial dapat berubah bentuk menjadi stratifikasi sosial.